Ponakan baru

0
22:25
















Namanya IFAN. Pake F, bukan V. Apalagi P. Lucu sekali. Waduk kebahagiaannya masih sempurna, danau tanpa dosanya masih belum berkurang sedikitpun. Bulu matanya lentik. Giginya rapi tersusun putih. Gemar sekali menunjukkan barisan depan giginya yang mungil. Barisan belakang? Jangan ditanya, belum satu pun. Hehe. Ia akan ceria menunjukkan giginya sambil cerewet berbicara. Meminta makan dengan ikan mujahir, menolak kue dengan alasan tertentu, meminta dibukakan permen coklat, memanggil ibunya segera bila tak ada di sisi. Eciyeh.

Sebelum hari ini, baru pertama kali ketemu si Ifan. Itu saja pas masih bayi. Diam saja di gendongan. Hari ini? hari ini dia bersemangat sekali. Mengenakan kaos dan celana baru. Kegedean sih, tapi apa si yang nggak lucu kalo dipake anak-anak. Sepatu kedodoran pun akan fine fine saja, bahkan ketika ia ditertawakan. Akan baik-baik saja. Ia malah riang merasa menghibur yang lain. Celana panjang armynya punya banyak kantong, multifungsi buat ngantongin angpau, permen, sampe emping. Beberapa kali  meminta diambilkan ini itu, digigit setengah alu diletakkan. Beberapa kali ingin makan seperti yang ibunya makan, kue coklat kecil-kecil yang langsung dilahapnya sekaligus, satu dua kali salah makan cengkeh dan bukan kue nastarnya.

Kebiasaan jeleknya: ngupil. Hadeeh, ngupil dan ngoloh jenthik. Asal enggak berturut-turut aja Fan, masak habis ngupil terus jarinya dimasukin mulut. Yaiks! Vitamin kali ya, vitamin U.. Bisa itu dua tangan masuk semua ke mulut. Pas makan stik keju, pinter banget niruin sunnah Rasulullah, dijilat tangannya biar bersih. Tapi ini beda. Ifan melakukannya dalam durasi yang cukup lama. Itu jempol dikenyot nyampe beberapa detik, baru dilepas kalo udah ada yang narik. Nggak selese sampe disitu, si Ifan  dengan sok higienis, menjilat telapak tangannya berkali-kali. Udah mau masuk ke mulut semua itu tangan kanan kalo tante-tantenya nggak heboh teriak. Diantara lima jari yang paling sering masuk mulut adalah telunjuk. Akan saya ceritaka sedikit bahwa ambil gambar si Ifan adalah semacam susah, begitu dapet, e fotonya lagi ngemut telunjuk. Gayanya monoton kan, besok kapan-kapan mau tak ajarin kalo pas foto mending latian ngemut kesepuluh jarinya aja *ajaran sesat*


 Karena banyak tujuan hari ini, dia lama-lama kecapekan. Akumulasi dari cilukba yang nggak brenti-brenti. Akumulasi dari spekulasi minta nastar, permen coklat, putri salju, salak, sampe mendutmakanan tradisional di kecamatan Rakit, Banjarnegara. Akumulasi dari bermain bowling air mineral dan menghitung sedotannya. Juga kayaknya termasuk akumulasi dari cerewetnya minta makan pake ikan mujahir. Ia tertidur. 

0 comments:

Sore Tugu Pancoran - Iwan Fals

0
22:03


Si Budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan Tugu Pancoran
Tunggu pembeli jajakan koran

Menjelang magrib hujan tak reda
Si Budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang

Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal

Cepat langkah waktu pagi menunggu
Si Budi sibuk siapkan buku
Tugas dari sekolah selesai setengah
Sanggupkah si Budi diam di dua sisi?

Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal


(Mudik, Magelang-Yogyakarta. Besok, dan mungkin besok lagi, entah akan berapa jumlah kalian)

0 comments:

(daripada capek bingung, mending nggak dikasih judul)

0
05:19


Satu tiket bioskop, satu orang. Satu orang, satu tanggung jawab. Ah, andai seindah itu....
Malam ini begitu benderang, tak tega rasanya kalau diam saja di dalam kamar berhadapan (lagi-lagi) dengan tuts-tuts keyboard yang karakternya tak berubah. Bosan berada dalam pengap senyawa sisa semangat hari ini dan harapan buat besok. Aku pikir lebih baik di luar, menggantungkan kaki di pagar lantai tiga, mengamati apakah halo bulan akan datang malam ini. Atau lebih baik berkunjung ke kamar tetangga, setidaknya ada yang bisa diperbincangkan, entah tentang skripsinya embak kos, rencana setelah lulusnya embak kos yang satunya, rencana pernikahan embak kos yang satunya lagi, atau sekedar tentang mas-mas yang jualan topi di Sunmor (ini jelas ceritanya adek kos. Unyu.)

Terkadang butuh tenaga cukup banyak untuk sekedar mengangkat 1 kardus air mineral.
Tak mengapa kau marah, tapi bisakah ini tidak berlangsung lama? Kalau memang lama, beritahu dulu sampai kapan. Biar aku siap-siap. Biar tak harus menangis ketika menelponmu. Biar tak harus lari ketika bertemu. Biar tak harus menundukkan kepala ketika besok berbincang (Ah, akankah masih ada besok?) Aku lebih suka tidak mendiskusikan mengapa dan bagaimana, tapi aku juga benci mengira-mengira. Lebih benci berprasangka. Kau pasti tak tahu kan, bahwa imajinasiku bisa saja menembus selokan lapis 7 ketika sudah begini. Kalau kata Kahitna, “...bila ku salah mengapa kau diam, mengapa kau tak bicara”

Seringkali kita terlalu sibuk menatap cela orang lain.
Maafkan ya. Terlalu banyak dosa ke banyak orang. Tenang, human error maupun kesalahan teknis ada padaku. He’em semuanya. Iya, termasuk lupa memastikan jumlah barang yang bisa dipakai sisa tahun kemarin. Iya, termasuk teledor menjaga koridor lantai 1 karena dialihkan dengan instruksi lain yang insidental. Bodoh. Iya, apalagi kalau bukan bodoh kalau dua tiga pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan sekali stater (pengganti sekali dayung), tapi satu itupun baru setengah-setengah. Iya, termasuk mengabaikan sms-sms yangastaghfirullahal’adziim, itu sangat penting, sebenarnya harus ada kata yang lebih dari bodoh bagi sesiapa mengabaikan sms-sms ini. Yakin, aku minta maaf. Iya, termasuk tentang pendataan yang tidak kunjung rampung. Ada matriks di sisi kanan tempat tidur yang satu tanda centang pun belum pernah mendarat kepadanya. Ada event yang harusnya April lalu ke Mei lalu malah ke September. Simply speaking, banyak yang belum tuntas.

Haha. Ini sudah jelas, aku cemburu. Iri. Kata lain? Dengki? Hh, sepertinya iya...
Dua jari di kaki kiriku sepertinya punya tuntutan khusus. Ia tak mau diam saja di dalam sepatu. Tadi sore kuajak jalan-jalan berburu baskom dan centong setelah sebelumnya sok energik bikin track sprint di tangga gedung kuliah. Aku senang, tapi sepertinya dua jari kaki ini ganti mengajakku, untuk bersabar, untuk ingat umur. Aneh kok, ketika dibaringkan ia tidak akan secenat cenut saat digunakan beli makan di warung depan. Maksudku, walau cuma dibuat jalan sebentar.. Oya ding, mungkin ia sedikit butuh oli. Oke, satu, butuh oli. Dua, butuh CTM. Konsekuensi logis dari kebanyakan salto dan koprol atau kebanyakan sprint dan marathon adalah istirahat, tapi susah dilakukan akhir-akhir ini. Bukan, memangnya aku seperti orang rajin yang lembur dan produktif malam-malam. Bukan berarti aku knocturnal juga, aku tetap berkeliaran pada siang hari, tapi malam hari aku punya space yang lebih sempit, 3x4 meter. Penderitaan setidaknya dibersamai dengan tuts-tuts ini lagi. Klasik, tapi setia. Really I didn’t understand why sleeping nowadays does matter. 


Current time: 02: 25 AM (menarik selimut adalah kebijakan yang tepat)

0 comments: