One does not simply nggak bisa ikut rapat.

1
03:33


Tangan itu semakin tegang menggigil. Aku sudah setengah mau melepas ketika dia mengenggamnya lebih erat. Bocah kecil ini. Giginya gemeretukan. Matanya merah menatapku, bukan dengan tatapan berharap seperti ketika anak kecil pada umumnya merengek. Bukan dengan tatapan marah seperti anak kecil yang protes dan mau mengamuk. Datar saja tatapannya, tapi  cengkeramannya liat. Aku putar tanganku hingga menyentuh sikunya. Berdarah.

Dalam beberapa kesempatan, kita suka sekali melakukan pembelaan. Manusia kan memang fitrahnya merasa benar dan tidak mau disalahkan. Lalu pembelaan itu digunakan sebagai alasan kenapa ia mundur dari sesuatu atau tidak melakukan sesuatu atau terlambat melakukan sesuatu. Ah, bosan kan. Mendengar alasan saja sepertinya sudah basi. Mengungkapkan alasan hanya akan membuat telinga pendengar semakin kebas. Itu yang ada di pikiran orang yang lantas tak mau bercerita kalau dia punya uzur. Tak mau mengungkapkan karena hanya akan didengar sebagai sebuah narasi. Yang kemudian dianggap fiktif, atau bosan karena kisah itu mungkin pernah dituturkan.

Sempit mungkin saja jadi alasan. Kalo Mbak Sato sudah dibilang cerewet dan semuanya diceritakan, ini berarti bahwa dia hampir bisa mengungkapkan semuanya, segala hal mengenai dirinya. Tapi, apakah dia santai saja berbagi bahwa satu minggu baginya adalah jadwal les berpindah dari rumah ke rumah? la Yang harus dia tempuh dengan sepeda motor pinjaman, kalau beruntung, dan sepeda onthelnya. Apakah dia lalu gemar mengumbar bahwa satu bulan baginya adalah periode menunggu rupiah? Apakah dia akan bebas berceloteh kalau dia, tidak punya 24 jam sesenggang orang lain, dan harus bertanggungjawab bukan hanya pada dirinya, namun juga orang lain? Akan bisa dikonfirmasikan, kondisi yang sempit, terutama waktu dan finansial. Ini tidak akan dianggap menjadi alibi. Tapi, seandainya bisa ia ceritakan pun, pakewuh sekali ia ceritakan. Alih-alih menunjukkan sempitnya, Mbak Sato mungkin akan lebih senang membungkusnya.

Sakit, penyebab selanjutnya. Hal ini, selain kematian, yang bisa membuat orang berempati. Sebenarnya bisa Nisa jelaskan, panjang, lebar. Kalau masalah sakit, aku yakin semuanya akan memahami. Tapi apakah ia harus bilang kalau ia abnormal dan butuh darah orang lain, untuk jadi dia lebih sehat, seperti vampir saja? Apakah ia harus mengabarkan bahwa setiap minggunya ia harus transfusi dan bahwa satu derajat capek akan mengantarkannya 1 langkah lebih dekat ke Instalasi Gawat Darurat? Dia saja sudah sangat tersiksa mendengar nama penyakitnya, apalagi berbagi? Walaupun dia bisa ceritakan, dia ikat rapat-rapat, tak mau sesiapa mengira dia lemah. Dia, siap berjuang dimanapun dibutuhkan.

Cahaya di atas cahaya itu seperti tidak mungkin. Tapi harus ada kebaikan yang bisa diutamakan dari kebaikan lain. Mbak Uul, ada rapat yang penting dan punya posisi penting, maka sungguh tidak ada alasan lagi untuk terlambat, apalagi tidak datang. Tapi dia terlambat. Cuma untuk apa? Menjemput tante. Seperti tidak punya saudara lain dan terlalu menyempatkan, kalau aku boleh bilang. Mbak Uul hanya bilang kalau ia menjemput tantenya. Tantenya bingung karena ini tempat yang baru pernah didatangi, Jogja asing baginya jadi ia perlu orang yang setidaknya, sedikit paham. Lalu sekarang ditanya, tidak ada orang lain kah? Maka Mbak Uul sudah tidak sanggup tegar. Ia harus ceritakan kalau itu amanah dari Ibuknya. Orang paling mulia yang sudah berkorban banyak hal. Perintah darinya yang mana yang sanggup seorang anak bilang tidak dan malah mengingkarinya? Bagi Mbak Uul, yang bertemu orang tua saja setahun sekali, dapat kepercayaan dari Ibu pasti diprioritaskan. Tapi apakah ketika izin harus dengan melanggar Maxim of Quantity dengan ia terangkan bahwa itu amanah ibuknya yang jelas tidak bisa ditinggalkan? Haruskah ditambahkan keterangan kalau amanah ibuknya akan jauuh lebih berharga dan diutamakan bahkan dengan raganya sendiri? Atau apakah harus secara berlebihan ditambahkan kalau, ah yang ini aku dilarang ungkapkan. Sebenarnya apa susahnya mbak Uul berargumentasi? Toh dia jago, apalagi alasan sebenarnya juga pantas. Walaupun bisa ia utarakan, dia memilih tenang dan memilih mengatakan alasan permukaan saja.

Dan maka, seseorang tidak kemudian dengan mudah tidak berangkat rapat. Harus aku ceritakan kah, tentang darah? Aku saja muak mengingat, apalagi menceritakan..


1 comments: