Tangan itu
semakin tegang menggigil. Aku sudah setengah mau melepas ketika dia
mengenggamnya lebih erat. Bocah kecil ini. Giginya gemeretukan. Matanya merah
menatapku, bukan dengan tatapan berharap seperti ketika anak kecil pada umumnya
merengek. Bukan dengan tatapan marah seperti anak kecil yang protes dan mau
mengamuk. Datar saja tatapannya, tapi
cengkeramannya liat. Aku putar tanganku hingga menyentuh sikunya. Berdarah.
Dalam beberapa kesempatan, kita suka sekali melakukan
pembelaan. Manusia kan memang fitrahnya merasa benar dan tidak mau disalahkan.
Lalu pembelaan itu digunakan sebagai alasan kenapa ia mundur dari sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu atau terlambat melakukan sesuatu. Ah, bosan kan. Mendengar
alasan saja sepertinya sudah basi. Mengungkapkan alasan hanya akan membuat
telinga pendengar semakin kebas. Itu yang ada di pikiran orang yang lantas tak
mau bercerita kalau dia punya uzur. Tak mau mengungkapkan karena hanya akan
didengar sebagai sebuah narasi. Yang kemudian dianggap fiktif, atau bosan
karena kisah itu mungkin pernah dituturkan.
Sempit mungkin saja jadi alasan. Kalo Mbak Sato sudah
dibilang cerewet dan semuanya diceritakan, ini berarti bahwa dia hampir bisa
mengungkapkan semuanya, segala hal mengenai dirinya. Tapi, apakah dia santai
saja berbagi bahwa satu minggu baginya adalah jadwal les berpindah dari rumah
ke rumah? la Yang harus dia tempuh dengan sepeda motor pinjaman, kalau
beruntung, dan sepeda onthelnya. Apakah dia lalu gemar mengumbar bahwa satu
bulan baginya adalah periode menunggu rupiah? Apakah dia akan bebas berceloteh
kalau dia, tidak punya 24 jam sesenggang orang lain, dan harus bertanggungjawab
bukan hanya pada dirinya, namun juga orang lain? Akan bisa dikonfirmasikan,
kondisi yang sempit, terutama waktu dan finansial. Ini tidak akan dianggap menjadi
alibi. Tapi, seandainya bisa ia ceritakan pun, pakewuh sekali ia ceritakan. Alih-alih
menunjukkan sempitnya, Mbak Sato mungkin akan lebih senang membungkusnya.
Sakit, penyebab selanjutnya. Hal ini, selain kematian,
yang bisa membuat orang berempati. Sebenarnya bisa Nisa jelaskan, panjang,
lebar. Kalau masalah sakit, aku yakin semuanya akan memahami. Tapi apakah ia
harus bilang kalau ia abnormal dan butuh darah orang lain, untuk jadi dia lebih
sehat, seperti vampir saja? Apakah ia harus mengabarkan bahwa setiap minggunya
ia harus transfusi dan bahwa satu derajat capek akan mengantarkannya 1 langkah
lebih dekat ke Instalasi Gawat Darurat? Dia saja sudah sangat tersiksa
mendengar nama penyakitnya, apalagi berbagi? Walaupun dia bisa ceritakan, dia ikat
rapat-rapat, tak mau sesiapa mengira dia lemah. Dia, siap berjuang dimanapun
dibutuhkan.
Cahaya di atas cahaya itu seperti tidak mungkin. Tapi harus
ada kebaikan yang bisa diutamakan dari kebaikan lain. Mbak Uul, ada rapat yang
penting dan punya posisi penting, maka sungguh tidak ada alasan lagi untuk
terlambat, apalagi tidak datang. Tapi dia terlambat. Cuma untuk apa? Menjemput
tante. Seperti tidak punya saudara lain dan terlalu menyempatkan, kalau aku
boleh bilang. Mbak Uul hanya bilang kalau ia menjemput tantenya. Tantenya
bingung karena ini tempat yang baru pernah didatangi, Jogja asing baginya jadi
ia perlu orang yang setidaknya, sedikit paham. Lalu sekarang ditanya, tidak ada
orang lain kah? Maka Mbak Uul sudah tidak sanggup tegar. Ia harus ceritakan
kalau itu amanah dari Ibuknya. Orang paling mulia yang sudah berkorban banyak
hal. Perintah darinya yang mana yang sanggup seorang anak bilang tidak dan
malah mengingkarinya? Bagi Mbak Uul, yang bertemu orang tua saja setahun
sekali, dapat kepercayaan dari Ibu pasti diprioritaskan. Tapi apakah ketika
izin harus dengan melanggar Maxim of
Quantity dengan ia terangkan bahwa itu amanah ibuknya yang jelas tidak bisa
ditinggalkan? Haruskah ditambahkan keterangan kalau amanah ibuknya akan jauuh
lebih berharga dan diutamakan bahkan dengan raganya sendiri? Atau apakah harus
secara berlebihan ditambahkan kalau, ah yang ini aku dilarang ungkapkan. Sebenarnya
apa susahnya mbak Uul berargumentasi? Toh dia jago, apalagi alasan sebenarnya
juga pantas. Walaupun bisa ia utarakan, dia memilih tenang dan memilih
mengatakan alasan permukaan saja.
Dan maka, seseorang tidak kemudian dengan mudah tidak
berangkat rapat. Harus aku ceritakan kah, tentang darah? Aku saja muak mengingat,
apalagi menceritakan..
1 comments: