Aku tidak setuju
pada orang-orang yang meninggalkan orang terkasihnya dengan alasan ‘tidak
pantas’. Seberapa pantas ukuran pantas? Seberapa penting takaran pantas bagi
mereka yang ingin bersanding? Aku dulunya berfikir, orang-orang itu naïf. “Kamu
terlalu baik buat aku…” Bah. Kalau kau pernah dengar itu di serial TV atau film
layar lebar, setidaknya bersyukurlah tak harus mendengarnya langsung. Pernah
saat sedang makan bersama teman, aku dengar dari balik punggungku, laki-laki
mengatakan hal itu pada gadis di depannya. Rasanya tentu sakit, mana yang lebih sakit daripada sudah mengusahakan hal baik pada
seseorang (walaupun aku yakin pasti mbak ini
sebelumnya tak pernah menganggap apa yang ia lakukan adalah ‘sebuah hal baik’
karena ia hanya melakukannya begitu saja), tapi lalu orang itu bertindak seolah
kebaikan adalah… kesalahan. Kau pasti rasanya ingin berbuat jahat saja lalu masuk penjara agar kau tak usah mengenal klausa aneh ‘kau-terlalu-baik-buat-aku’.
Tapi sekarang aku bisa paham bagaimana rasanya
merasa tidak pantas. Wujud perasaannya bisa macam-macam. Saat seseorang sering mengirimkan pesan, misalnya, aku akan
berfikir, “Oh mungkin karena memang ada butuhnya..”
atau “dia hanya mengacak daftar kontak dan kebetulan menemukan namaku” atau
pada waktu-waktu tertentu, “dia mungkin
forward pesan ini ke banyak orang juga,
kan?” Saat lalu seseorang mengajak
bertemu, “Jangan salah sangka, dia hanya butuh telinga” Bahkan ketika pada suatu hari aku menyadari kilat matanya, masih
saja sosoan geleng-geleng, “dia… kepadaku? Haha. Lelucon macam apa, gadis
bodoh?”
Denial? Sort of... aku hanya merasa kamu terlalu tinggi untuk
diraih. Aku merasa kamu adalah kemungkinan paling tidak mungkin yang aku punya.
Aku merasa takut kamu hanya main-main, kamu hanya mendekat sebentar, tapi kemudian
terlupa. Aku merasa takut kalau burukku kau anggap di luar keniscayaan,
khawatir sekali nantinya lebihmu tak bisa maklumiku. Aku sangat takut dan
merasa tidak pantas, hingga tak sadar aku menarik diri.
Ini bukan artinya aku hanya menyoal tentang
perasaan diri sendiri, aku bukan tak peduli apa dan bagaimana yang kamu rasakan. Justru
karena aku terlalu fikirkan, rasanya seperti berkali-kali ingin mengumpat,
merutuki diri sendiri, berani-beraninya mengeja rasa pada orang sepertimu.
Hampir setiap saat menaruh tanya, apakah yang aku lakukan di depanmu benar atau
tidak, apakah tadi bajuku terlihat kusut, apa aku tertawa terlalu keras, apa aku
kelihatan…. terlalu bahagia
jika bersamamu?
Tidak enak menjadi terlalu hati-hati; merasa tidak pantas membuatku
waspada, terlalu antisipatif sehingga yang sangat aku benci, tidak berani
sekedar menunjukkan ‘aku’ kepadamu. Perasaan
tidak pantas ini sebentar lagi mungkin akan membuatku berjanji untuk menyerah. Tapi peliknya, hatiku masih ada di tempat semula.
0 comments: