Wahai gadis
cantik, pantas bila kamu kecewa.
Kalau paras
wajahmu yang cantik jelita bukan hanya berwujud keindahan tapi menimbulkan
nafsu bagi yang lain. Sayang, aku tidak terlalu tau tentang hal ini, tapi aku
hanya ingin menyampaikan kalo sebagian besar manusia menyukai keindahan.
Tidakkah kau salah satunya? Aku, hanya takut kalau kau menjadi menderita dari
keindahan itu sendiri. Menyebar kebaikan mungkin butuh senyum dan pesona, tapi akankah
tidak lebih anggun apabila tabarrujmu itu di depan dia yang halal saja? Ekslusif.
Wahai gadis
lembut, pantas bila kamu kecewa.
Kalau halus
suaramu saja karena dibuat, untuk dianggap bijak atau minimal mendapat titel ‘keibuan’.
Apalah itu anggapan orang, kau akan menderita bila harus berpura-pura. Setiap
yang dibuat-buat tidak akan bertahan lama, sayang. Maka lembut adalah bagaimana
berperilaku dengan tulus dan hati-hati, bukan justru ceroboh memanipulasi siapa
kau sebenarnya. Ingat, wanita itu kuat lembut, bukan lemah lembut, tidak dengan
klemar-klemer kau akan jadi bermakna bagi kehidupan.
Wahai gadis ramah
nian, pantas bila kamu kecewa.
Kalau supelnya
kamu kemana-mana justru hanya ingin dikenal, mendapat pengakuan. Selalu muncul
bahkan pada saat yang bukan kesempatanmu. Ya, apa saja kebaikan yang ingin kau
lakukan memang bisa saja disalahartikan, maka jangan lupa direm kalau sudah
mepet kendaraan lain, atau biar kalau berbelok, kau tidak jatuh terpelanting.
Semua orang punya karakter masing-masing, kau hanya akan penat bila kau
terus-terusan ramah, dengan cara yang salah..
Wahai gadis
cerdas, pantas bila kamu kecewa.
Kalau halaman
demi halaman yang kau baca tidak kau tularkan ilmunya. Orang lain masih di
halaman belasan dan kau biarkan. Bermanfaatlah, kata Ustad Salim A. Fillah,
prestasi yang benar-benar prestasi itu adalah kebermanfaatan. Kau punya cukup,
maka ketika kau tidak berbagi? Ah, kau seperti konglomerat, yang tinggal
jatuhnya maka tidak akan dipedulikan. Naudzubillahimindzalik.. Oh iya sayang,
pemikiran-pemikiran kritismu, janganlah hingga menafikan kebenaran. Aku percaya
aqidahmu, ditempuh jauuh dari banyak semester yang lalu, dibanding jumlah
semester atas pemikiran-pemikiranmu sekarang..
Wahai gadis
gesit, pantas bila kamu kecewa.
Kalau caramu
menempuh jarak meretas waktu bukan hanya untuk dapatkan ridho-Nya. Kamu lincah
berpindah tempat, sebentar di sana lalu sudah di sini. Pagi tadi bersama
ceramah dosen, siang kamu sudah panas-panasan bawa rontek. Gesit melakukan
apapun, tapi terasa gersang kan? Kamu dapat apa diantara derap lari-larimu,
sayang?
Wahai gadis kuat,
pantas bila kamu kecewa.
Kalau airmata
yang susah sungguh kau sembunyikan justru menyimpan dendam. Kalau rasa yang kau
simpan dalam-dalam justru membuatmu enggan bergerak. Percuma kalau atas perisai
‘tegar’, kau menyimpannya sendirian dan membiarkan pemahamanmu—yang belum tentu
baik—kau telan mentah-mentah. Merenda satu demi satu kejadian dan berusaha
menyimpulkan sendiri, menganggapnya benar dan orang lain salah. Ah, ‘kuat’
terlalu tidak demikian.. Dan ya, kau mau dengar? Kuat itu seperti sabar kan?
Orang bilang ada batasnya, tapi kalau kau sanggup menjadi kuat bahkan ketika
kau rasa habis sudah, maka kau pemenangnya.
Wahai gadis
shalihah, pantas bila kamu kecewa.
Apabila sujud
ibadahmu hanya untuk dipamerkan pada dia, dia, dia tapi bukan Dia. Lelah sekali
kau beramal tapi motifmu sudah tak jernih lagi. Tengoklah sebentar, sudahkah
jalan lurus ini benar lurus adanya dan bukan sekedar jalan yang kau anggap lurus?
Apakah segumpal hati ini masih punya kristal niat yang cemerlang seperti masih
baru? Luruskan kembali, sementara kalau tidak bisa lurus sempurna, minimal
jangan terlalu bengkok.
0 comments: