Sampai sekarang aku masih sering merasakan
gempa kecil.
Ya, gempa kecil. Kau menamakannya demikian.
Pada setiap nyeri ini, aku bahkan begitu jelas mengingat katamu tentang sakit
kepala. Pada setiap kesakitan ini, aku masih dengan bodoh melihat layar HP:
munculkah sebuah nama disana? Pada
setiap usaha menghentikan gempa ini, bukan obat yang kucari, tapi kenangan. Sekarang
gempa kecil ini terjadi lagi, kali ini, mm... rinduku, sampaikah ia?
Sampai sekarang aku masih sering lupa atau
bahkan salah jalan.
Tapi bagaimana bisa untuk perkara satu itu, kamu, aku bahkan selalu ingat. Hal-hal
yang tidak penting seperti kamu pernah mengatakan apa pada situasi bagaimana,
kamu tidak suka makan apa, kamu akan melakukan apa pada saat seperti apa. Gang
mana yang pernah dilalui beriringan, buku apa yang telah dibahas bergantian,
kesempatan apa yang telah diambil bersama-sama. Kemarin ini aku benar-benar
berfikir, berusaha melupakan sesuatu ternyata jauh lebih sukar daripada
berusaha mengingat sesuatu..
Sampai sekarang aku masih sering memutar lagu
itu, yang aku baiat sebagai theme song.
Haha, ngilu. Ini sama sekali bukan lagu
sedih, yang membuat pendengarnya termehek-mehek. Tapi hingga lepas dini hari,
saat aku tahu kamu—atas kehendakmu, benar-benar pergi, aku sudah tidak sadar
betapa tergugunya ketika dengan sengaja kuputar lagu itu. Kini, mungkin batin
yang beku membantu semua ini pulih, aku sudah baik-baik saja ketika
mendengarnya. Masihkah lagu itu terdengar sama, bagimu? Oh, sebentar. Masihkah
kau menandai lagu itu sebagai ... aku?
Sampai sekarang aku masih begitu berdebar
dengan hanya melihatmu.
Kamu tidak akan menyangka seberapa sering aku
ambil jalan memutar ketika kamu, tanpa aba-aba, melintas di sudut mata. Aku
sungguh tak pernah membayangkan skenario macam apa saat aku benar-benar harus
berjumpa denganmu. Bingung berkata apa saat bertemu, apakah hanya akan
menanyakan kabar, menyoal tentang nasi telor sekarang harganya lima ribu, atau
buku-buku yang masih kau pinjam. Ah, yang jelas aku toh tak akan berani
berbincang tentang kemarin. Bagimu hiburan, bagiku siksaan.
Hingga aksara-aksara ini dibaca, aku tahu aku
belum pulih benar tentang hal ini. Atau kalau kau pikir aku telah sembuh, maka aku
hanyalah aktor yang dengan pahit berhasil melakoni peranku: kebohongan.
4 comments: