(daripada capek bingung, mending nggak dikasih judul)

0
05:19


Satu tiket bioskop, satu orang. Satu orang, satu tanggung jawab. Ah, andai seindah itu....
Malam ini begitu benderang, tak tega rasanya kalau diam saja di dalam kamar berhadapan (lagi-lagi) dengan tuts-tuts keyboard yang karakternya tak berubah. Bosan berada dalam pengap senyawa sisa semangat hari ini dan harapan buat besok. Aku pikir lebih baik di luar, menggantungkan kaki di pagar lantai tiga, mengamati apakah halo bulan akan datang malam ini. Atau lebih baik berkunjung ke kamar tetangga, setidaknya ada yang bisa diperbincangkan, entah tentang skripsinya embak kos, rencana setelah lulusnya embak kos yang satunya, rencana pernikahan embak kos yang satunya lagi, atau sekedar tentang mas-mas yang jualan topi di Sunmor (ini jelas ceritanya adek kos. Unyu.)

Terkadang butuh tenaga cukup banyak untuk sekedar mengangkat 1 kardus air mineral.
Tak mengapa kau marah, tapi bisakah ini tidak berlangsung lama? Kalau memang lama, beritahu dulu sampai kapan. Biar aku siap-siap. Biar tak harus menangis ketika menelponmu. Biar tak harus lari ketika bertemu. Biar tak harus menundukkan kepala ketika besok berbincang (Ah, akankah masih ada besok?) Aku lebih suka tidak mendiskusikan mengapa dan bagaimana, tapi aku juga benci mengira-mengira. Lebih benci berprasangka. Kau pasti tak tahu kan, bahwa imajinasiku bisa saja menembus selokan lapis 7 ketika sudah begini. Kalau kata Kahitna, “...bila ku salah mengapa kau diam, mengapa kau tak bicara”

Seringkali kita terlalu sibuk menatap cela orang lain.
Maafkan ya. Terlalu banyak dosa ke banyak orang. Tenang, human error maupun kesalahan teknis ada padaku. He’em semuanya. Iya, termasuk lupa memastikan jumlah barang yang bisa dipakai sisa tahun kemarin. Iya, termasuk teledor menjaga koridor lantai 1 karena dialihkan dengan instruksi lain yang insidental. Bodoh. Iya, apalagi kalau bukan bodoh kalau dua tiga pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan sekali stater (pengganti sekali dayung), tapi satu itupun baru setengah-setengah. Iya, termasuk mengabaikan sms-sms yangastaghfirullahal’adziim, itu sangat penting, sebenarnya harus ada kata yang lebih dari bodoh bagi sesiapa mengabaikan sms-sms ini. Yakin, aku minta maaf. Iya, termasuk tentang pendataan yang tidak kunjung rampung. Ada matriks di sisi kanan tempat tidur yang satu tanda centang pun belum pernah mendarat kepadanya. Ada event yang harusnya April lalu ke Mei lalu malah ke September. Simply speaking, banyak yang belum tuntas.

Haha. Ini sudah jelas, aku cemburu. Iri. Kata lain? Dengki? Hh, sepertinya iya...
Dua jari di kaki kiriku sepertinya punya tuntutan khusus. Ia tak mau diam saja di dalam sepatu. Tadi sore kuajak jalan-jalan berburu baskom dan centong setelah sebelumnya sok energik bikin track sprint di tangga gedung kuliah. Aku senang, tapi sepertinya dua jari kaki ini ganti mengajakku, untuk bersabar, untuk ingat umur. Aneh kok, ketika dibaringkan ia tidak akan secenat cenut saat digunakan beli makan di warung depan. Maksudku, walau cuma dibuat jalan sebentar.. Oya ding, mungkin ia sedikit butuh oli. Oke, satu, butuh oli. Dua, butuh CTM. Konsekuensi logis dari kebanyakan salto dan koprol atau kebanyakan sprint dan marathon adalah istirahat, tapi susah dilakukan akhir-akhir ini. Bukan, memangnya aku seperti orang rajin yang lembur dan produktif malam-malam. Bukan berarti aku knocturnal juga, aku tetap berkeliaran pada siang hari, tapi malam hari aku punya space yang lebih sempit, 3x4 meter. Penderitaan setidaknya dibersamai dengan tuts-tuts ini lagi. Klasik, tapi setia. Really I didn’t understand why sleeping nowadays does matter. 


Current time: 02: 25 AM (menarik selimut adalah kebijakan yang tepat)

About the author

Donec non enim in turpis pulvinar facilisis. Ut felis. Praesent dapibus, neque id cursus faucibus. Aenean fermentum, eget tincidunt.

0 comments: