Truth or Dare

0
21:42

Kenapa di dunia harus ada permainan semacam ini? 


Boleh tanya?
Eng.. kamu biasa bertanya. Kenapa sekali ini harus bertanya saat mau bertanya?
Aku akan bertanya pertanyaan-pertanyaan yang paling ingin kau hindari.
Apa?
Kamu pernah jatuh cinta kan?
Iya. Ini bukan pertanyaan yang kuhindari.
Dengan siapa?
Kau pikir sepicik itukah aku? Ini bukan pertanyaan, tapi pemaksaan.
Baiklah, teman sekelas?
Teman sekelas? Ya, pernah..
Siapa teman sekelas, cowok, yang paling kau suka?
Ha?
Iya. Siapa?
Kau tahu, aku mungkin butuh waktu untuk memilih yang menurutku paling bagus.
Stoknya cuma enam.
Tapi aku pikir aku butuh mempertimbangkan.
Oke.
....
Waktumu habis.
Anggap aku tidak bisa menjawab.
Baiklah, tapi aku bahagia aku bisa melihatmu tidak menjawab.
Kau tidak punya alasan untuk sebegitu bahagia.
Ada. Kau sedang berpikir mengatakan kebohongan atau mengaku menyukaiku.

0 comments:

Antagonis.

0
05:49

Oh aku tahu sekarang, jadi begitu cara bekerjanya. Kamu memilih di tempat yang aman. Tempat di mana bebas mengkritik: Menyuarakan kekurangan yang lain, menyuarakan kelemahanku. Dan berteriak setelah itu. Jika posisimu salah, ah kau kan begitu memesona, hingga sesentipun kau tak dianggap cacat.

Satu, oh setengah tahun yang lalu, aku begitu tak berdayanya di atas motor, 50 km per jam memutari gejayan. Menangis. Aku, menjijikkan sekali. Menangis hanya oleh karena tuduhan tidak bermutu yang dengan beruntung, sampai padaku. Mm, ijinkan aku coba mengingat kembali, agar ini yang aku kenang ketika aku mengingatmu. Haha, terlalu kejam? Kau pikir kau apa hah, kalau aku kejam. Mari kita katakan, ada pihak ketiga, untuk menghargai jasanya, membelamu.

Beberapa hari sebelum adegan mengitari gejayan, kamu mengirim pesan singkat. Mengajak sharing, mengajak bertemu untuk bercerita, berbagi, dan katamu, berguru. Aku membalas: aku bisa hari Senin. Hari Senin aku tiba di waktu yang aku janjikan, di tempat yang aku janjikan. Kamu tidak datang, aku SMS. Kamu tidak membalas. Aku lalu kuliah. Aku pikir itu mungkin saja berarti kamu sudah lega, tidak usah sharing. Kamu sudah menemukan solusi, tidak usah bertanya padaku. Tapi, suatu hari, pihak ketiga tiba-tiba datang padaku, meminta bertemu. Aku ngelesi, jadi aku tidak datang. Besok paginya aku bertemu denganmu, menawarkan kalau memang kamu mau cerita. Kamu bilang kamu sibuk. Lalu tidak sengaja bertemu pihak ketiga, mengklarifikasi. Aku bukannya paham malah bingung, coba merecall memori yang sudah mentok ini. Kata pihak ketiga, kamu menyampaikan padanya, “Lah, udah males aku sama Mbak Rahma mas. Ta hubungi nggak bisa-bisa, mau cerita nggak jadi-jadi, eh tadi dia mau minta cerita, ya males udahan.”

Singkat cerita, aku nyambung, memoriku masih bisa dikerok. Ini, kalau pelajaran di TPA dulu yang disebut adu domba. Tapi aku sudah tidak peduli namanya, aku hanya melabeli serangkaian peristiwa itu, dan kamu, sebagai antagonis. Pihak ketiga lalu berujar bahwa harus selalu ada dan bukan malah tidak peduli dengan kamu, seorang adik. Tolong sebentar saja jelaskan padaku bagaimana cara kerja kita memesan makanan. Kita lapar, lalu pergi ke warung, dan bilang ke abangnya kalo kita mau makan bakso. Percayalah, sedekat apapun abang warung dengan pembeli, dia tidak akan tahu isi hati mau makan apa kan? Bagaimana bisa dikasih bakso kalau kita saja tidak bilang kita mau makan bakso? Maka jangan salahkan kalau abang warung akan diam saja atau justru salah memberikan makanan. Alih-alih bakso, ia hanya menyuguhi nasi kucing.

Aku sudah selesai dalam urusan merangkai benang merah, sudah kupintal. Tapi aku menyerah dalam hal ‘memahami’ apa maumu. 

0 comments:

Energi Bahagia

0
05:48


Energi bahagia bisa melampaui satu helaan napas panjang
Hingga lupa aku dengan alasan
Kenapa sangat riang ketika mendung
Kenapa terlampau girang saat harus mengulang pekerjaan
Kenapa begitu tenang saat pulang dengan tugas-tugas
yang bahkan jauh dari terselesaikan

Derit yang bising, asal itu dari tanganmu, aku baik-baik saja
Mengerjakan hal-hal di saat sempit, asal itu ujaranmu, aku sukarela
Tidak melakukan apapun, asal masih ada tas mu tergeletak, tak masalah
Energi macam apa yang bisa punya daya seperti ini?

Kau bahkan mungkin tak pernah berfikir
Kalau tak beraninya mata menatap mata, bukan karena apa-apa
Hanya, aku takut terlihat tolol demi melakukannya terlalu lama
Kau bahkan mungkin tak sadar
Kalau jarang ada cakap denganmu yang tak perlu, bukan karena apa-apa
Hanya, aku takut percakapan itu selesai begitu saja
Kau bahkan mungkin tak pernah curiga
Kalau tak beraninya jalan bersisian, bukan karena apa-apa
Hanya, aku takut aku benar-benar akan menahan napas
Energi bahagia menyesakkan

Ah, energi bahagia membuatku sulit berkonsentrasi
Energi bahagia?
Atau kamu?

0 comments: