Speaking I, Speaking II, Speaking III

0
01:50

Kalau Biologi punya Biokimia, Matematika punya Integral, lalu Fisika punya Kesetimbangan Benda Tegar, maka bahasa Inggris punya Speaking. Hal yang membuatmu paling tidak mengingatnya sebelum tidur dan ketika kau terbangun, maka akan berdebar-debar, demi hari itu kau akan hadapi salah satu dari mereka. Hal selanjutnya yang entah wajar atau tidak─ dialami adalah nggereges-nggreges, tangan kaki dingin, deg-degan kenceeng banget, sama yang paling nyebelin perut mules. Udah kayak ada yang bending aja di lambung hehe

Silly. Kayak nggak ada yang lebih penting buat diparnoin. Kenapa mesti speaking aku juga nggak tau. Let’s make it clear, speak = berbicara. Bound morpheme –ing yang ditambahin bikin kata kerja ini jadi kata benda, bicara. Na kalo di English skill, maka jadinya adalah pelajaran bicara. Silakan heran saat kemampuan berbicara yang udah dari dedek bayi diajarkan dan selanjutnya berkembang sampai sekarang, tapi kenapa musti ditakutin.

Jijah       : “… speaking itu fun banget ya, kayak main aja kalo kuliah ini”
Aku        : “Izzit? Speaking aku malah sebel”
Jijah       : “Hah? Kenapa? Udah suruh ngobrol doang, tugasnya gampang-gampang, nilainya enak,
dosennya bule lagi!”
Aku        : “Nggak. Kenapa mesti pelajarannya ngobrol, tugasnya bikin deg-degan, tambah-tambah ada bule masuk kelas”
Jijah       : “Takut bule? Mereka kan malah enak diajak ngobrol”
Aku        : “Sebel bule. Enak apaa? Bikin sepanjang kuliah jantungnya dhum dhum dhum lha iya”
Jijah       : “Waa… berarti kamu seneng ama bulenya malah? Ceiyeee, seneng aja bilang sebel..”
Aku     : “Kalo seneng ama bulenya udah aku pentengin aja tu Mr. Orin, Mr. Tamas. Rileks banget kalo kuliah speaking, hobi banget kalo disuru maju. Nah ini jah, deg-degn terus tiap Kamis pagi”
Jijah       : “Hahah, iyaya dari dulu Speaking Kamis. Tapi lebay lu ma!”
Aku      : “Beneran. Inaaang… Makul paling nyebelin ya Speaking. Nek ngerjakke tugas we aku ngresula wae jah, mlebu keas karepe mbok koyo arep ngiolang-ngilango, nggak nyaman pol. Dari dosennya masuk sampe keluar rasane kaku tenan”
Jijah       : “Hha.. what makes you do that? Nothing is wrong with speaking”
Aku       : “It is. I can’t blame speaking nor I can blame lecturers. The one and only who can be blamed is me. I myself.”
Jijah       : “You yourself, rite? Try to find it out then, what is it makes you hate speaking?”
Aku      : “Don’t know. Hearing such a noun, yaa… ‘speaking’ is very annoying. Like you’ve threatened to face face something. To do something. You have to speak.”
Jijah       : “So what’s wrong if you have yo speak in the speaking class?”
Aku        : “Enggak, maksudnya …”
Jijah     : “Is there something annoying when you have to just speak? I bet you’re good in it. You can speak…”
Aku        : “Of course I can speak!”
Jijah       : “You can speak English well…”
Aku        : “I can’t”
Jijah       : “You lie. Last speech you presented in the final exam? You can”
Aku       : “Jah, not fair nooo. It can’t be determined by such a test. I’m not comfortable speaking English. The main problem is I have to force myself to say something”
Jijah       : “I suppose that it is what people normally do. They talk, they force their mouth to open”
Aku      : “You know the context. I feel that you, the others, enjoy speaking class very much. You express your feeling, you talk. Happily.”
Jijah       : “And the question is why didn’t you do that?”
Aku     : “I did, but this is what I called nyebeli. Nggak terlalu suka dipaksa ngomong jah, kalo pengen ngomong ya mbok le ngetuprus yo ngetuprus, lha di speaking aku pengen ngomong. Freely. Tapi jaaah… kadang sebel, awan-awangen yo ho’oh, kadang yo ragu… mbuh ah”
Jijah      : “Lil bit confused.. Doubt? You don’t need to feel it. You do so when you can’t. So, I have no doubt at all. I speak. Whether it’s true or not, indeed I’m thinking about it. But it never forces my mind to do not speak”
Aku        : “That’s the difference. You can…”
Jijah       : Speaking ki gampang yo, Ma.. Rasah digawe angel, ndadak wedi mbarang”
Aku       : “I’ve ever thought that, Jah. And I’ve ever told this to somebody and she gave advice just like what you’ve said. Alas, it didn’t work”
Jijah       : “It works! You are talking to me, in English. You speak freely, rite?”
Aku       : “Jijaaah! Tapi neng kelas ki rasane bedoo… Ra nyaman lah speaking njelehi pokoke”
Jiajah    : “Halah rasamu dhewe ma. Asumsi! You spend your energy to think that speaking itu njelehi. If you do so along speaking class, you will suffer. At least for 4 semesters. Kita bakal ada speaking empat semester, Ma…”

“If you spend your energy to think that speaking itu njelehi, you will suffer. You’ll suffer. Suffer. Indeed I do. Hmm, percakapan setelah kelas speakingnya Mr. Tamas di semester 2 ini sebenernya belum selesai (yang segitu juga udah hasil ringkesan). Menyedihkan menghadapi fakta bahwa sedikit atau bahkan hampir tidak ada yang mengalami, atau sekadar merasakan hal serupa: Sensitivitas pribadi sama Speaking.

Hal yang disyukuri adalah aku tidak bermasalah dengan hasil, hasil dari 3 semester speaking yang sudah ditempuh. Aku, bermasalah dengan proses. Proses yang susah untuk dinikmati. Kalo ngerjain tugas speaking aja yang dirasain cuma ribet, nggak coba merumuskan keuntungan habis ngerjain tugas. Kalo ikut kuliah bawaannya dheg dheg serr, sebel banget kalo udah denger ‘Yes, next, Rahma, please’, suruh share ideas express opinion ogah-ogahan. Kalo mau kelas bukannya semangat tapi malemnya susah merem, paginya gejala masuk angin, mau masuk kelas malah pengin berjumpa WC. Yakin, ini nggak lebay. Ini kayak kalo kamu mau lomba deklamasi pas SD itu lho. Atau kayak di SMA pas upacara ada komando dari protokol ‘Pengibaran Sang Saka Merah Putih’ saat kamu jadi paskibranya. Menderita kan? Iya, kayak gitu rasanya.

Dan yang aku heran, kenapa bagi banyak orang ini menyenangkan? Jadi favorit? 

About the author

Donec non enim in turpis pulvinar facilisis. Ut felis. Praesent dapibus, neque id cursus faucibus. Aenean fermentum, eget tincidunt.

0 comments: